Archive Pages Design$type=blogging

News

Se-Rupa Syiar Seni Visual, Perjalanan Sunyi Menembus Equator

                Courtesy : Komunitas Kanot Bu             Suatu siang di sebuah warung kopi sekitaran LPMP Niron, Aceh Besar,...

               
Courtesy : Komunitas Kanot Bu




            Suatu siang di sebuah warung kopi sekitaran LPMP Niron, Aceh Besar, Fauzan Santa (Presiden Aceh Film Festival) bercerita tentang bagaimana pedulinya Melaka terhadap sejarah mereka. Ia kemudian meneruskan cerita hingga ke Berlin. Saya sangat mengingat sepatah kalimatnya "pat na meuganteh ureung jameun, di sinan ka na prasasti seubagoe tanda" (dimana ada orang tersungkur zaman dulu, di sana sudah dibuatkan prasasti sebagai tanda sejarah). Dari sebab inilah saya ingin menandakan sebuah peristiwa yang bagi saya pribadi akan bisa dikenang sebagai perjalanan orang-orang di Aceh. Jumat, 22 Maret 2019 Komunitas Kanot Bu mengadakan sebuah diskusi bertajuk " Se-rupa Syiar seni Visual" yang menghadirkan Alia Swastika, Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta sebagai pembicara tunggal. 

                Saya tidak hadir pada sore itu di markas Komunitas Kanot Bu, Bivak Emperom. Namun, penderita obsesif kompulsif seperti saya tidak ingin melewatkan setiap momen (yang menurut saya pribadi, sangat penting). Akhirnya saya berterima kasih kepada Instagram yang telah membuat suatu program Insta Live pada platformnya. Saya meminta tolong kepada seorang rekan dari tim Aceh Menonton untuk merekam diskusi ini dan saya selamat dari kehilangan momentum. Saya menyimak melalui smartphone setiap detail paparan Alia Swastika dan mencatat apa saja yang saya dengar. Kali ini saya bisa membekukan sebuah peristiwa tidak dengan medium sinema.

                Sesuai dengan amaran yang disampaikan oleh Reza Mustafa, moderator diskusi, "Jika kalian ingin tahu lebih banyak tentang mbak Alia, sila googling saja" ucapnya pada pembukaan diskusi. Saya pun mulai membuka kitab Wikipedia dan mulai membaca, siapa Alia Swastika. Karena kesan pertama yang saya tangkap dari namanya adalah "apakah dia keturunan India? atau titisan Neo-Nazi?" Merujuk pada Swastika pada akhir namanya. Setelah membaca kitab tak suci Wikipedia, rupanya asumsi saya semuanya salah. Alia Swastika memaparkan proyek yang sedang dikerjakannya di Yayasan Biennale Yogyakarta bekerja sama dengan Cemeti Art Foundation, Biennale Equator. Kenapa harus Equator? Alia menjelaskan pijakan asal Biennale Equator adalah Konferensi Asia Afrika. Bagaimana Presiden Soekarno berhasil menyatukan negara-negara Asia - Afrika di Bandung dan menegaskan gerakan non-blok, Indonesia tidak akan memihak dominan kepada sosialis (Uni Soviet) atau Liberalis (Amerika Serikat). Biennale Equator akan menyasar negara-negara yang kena dengan garis khatulistiwa, di mulai dari India. Yayasan Biennale Yogya bermimpi untuk mempertemukan negara-negara post-war dalam satu pameran seni internasional.

                Alia mengupas penyebutan "barat" secara epistemologi budaya nusantara merujuk kepada India, bukan Eropa. Biennale Equator pertama kali singgah di India. Ini merupakan pertemuan seni kembali antara Indonesia dan India setelah terputus (tidak menjadi prioritas) pada masa orde baru. Soeharto cenderung memilih Amerika Serikat. Sampai di sini, saya potong sedikit. Kenapa kemudian bagi masyarakat Indonesia, sinema hollywood adalah pencapaian tinggi sinema? Tidak jauh berbeda dengan kasus seni rupa. Soeharto mengadakan kesepakatan dengan AS, tekstil ditukar dengan film. Bioskop-bioskop Indonesia menayangkan film-film AS. Tidak hanya di Indonesia, setelah lelah dengan perang dunia, sinema eropa berantakan, jika boleh dikatakan hancur. Amerika Serikat memanfaatkan momen ini untuk bangkit dan mempertahankannya hingga sekarang. Sineas-sineas ekspresionisme Jerman, new-wave Perancis,neo-realis Italia mencari peruntungan ke Amerika. Hollywood bangkit menjadi raksasa seperti Madellinnya kokaina,  Sinaloanya ganja atas industri film. Bagaimana meruntuhkan kerajaan hollywood? Tentu saja tidak dengan serangan fajar. Bisa jadi dengan mengumpulkan negara-negara pada dunia ketiganya Amerika dan yang berada pada garis khatulistiwa.

                Setelah dari India, proyek Biennale Equator pada tahun 2013 menyasar Mesir (walaupun tidak termasuk daftar negara equator, Mesir sangat berpengaruh pada Indonesia, tentu saja KAA sebagai pijakan). Setelah itu bergerak ke Saudi Arabia, Uni Emirat Arab. Di sini Alia menjelaskan kembali bahwa penyebutan timur tengah untuk negara-negara jazirah Arab adalah konsep Amerika. Negara-negara tersebut memang terletak di timur Amerika, dari Indonesia mereka terletak di barat. Jadi negara-negara seperti Mesir, UEA, Saudi adalah negara barat. Begitu cara Biennale Equator mendekolonisasi. Biennale Equator akan menargetkan Asia Tenggara pada tahun 2019 ini dan menutupnya dengan wilayah pasifik pada 2021.


                Minimnya durasi yang berhasil direkam oleh rekan saya, membuat saya hanya bisa menyimak hingga Idrus bin Harun, seorang seniman seni rupa Aceh yang berpartisipasi pada Jakarta Biennale beberapa tahun lalu bertanya tentang apa yang ingin dicapai oleh Biennale Yogyakarta ini dalam programnya Biennale Equator dan penjelasan seberapa penting kurator seni dalam sebuah pameran seni. Dalam hampir dua jam durasi rekaman itu, saya merasakan keberadaan tubuh pada realitas lain. Seperti menyaksikan sebuah film dan kemudian kita menciptakan satu realitas alam pikiran sendiri berbentuk interpretasi yang kemudian melahirkan instuisi untuk menerima atau menolak. Dari sana kita mulai mewujudkan dengan mengumpulkan massa misalnya, membentuk gerakan. Film dan Seni Rupa sama-sama memiliki sejarah, arah, dan pengaruh pada kehidupan masyarakat sosial (alih-alih alien). Jadi, filmmaker maupun seniman, kalian bersaudara. Bukan sepersusuan, bahkan serahim.


*Oleh : Akbar Rafsanjani, Programmer Aceh Film Festival

COMMENTS

Name

acara Artshop Biografi Event Galeri Global Karya Cerpen Karya Puisi Komunitas Literatur Seni News Opini Profil
false
ltr
item
Aceh Media Art: Se-Rupa Syiar Seni Visual, Perjalanan Sunyi Menembus Equator
Se-Rupa Syiar Seni Visual, Perjalanan Sunyi Menembus Equator
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEu0GSIa8iP0INZHu5TdWPh4AoJVk2ebCmJwyy7Vz0I6V1ex4cSdbdLSPgfOl2Lfr43_5zVMUodiWy0T9JVfV3t9UGtYy5g4X-h-E4M6Zp3Qv6sUesUzN_xMYmwPeRK2hAyPzjP6qKbqCC/s320/Yogyay.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEu0GSIa8iP0INZHu5TdWPh4AoJVk2ebCmJwyy7Vz0I6V1ex4cSdbdLSPgfOl2Lfr43_5zVMUodiWy0T9JVfV3t9UGtYy5g4X-h-E4M6Zp3Qv6sUesUzN_xMYmwPeRK2hAyPzjP6qKbqCC/s72-c/Yogyay.jpg
Aceh Media Art
http://acehmediart.blogspot.com/2019/03/se-rupa-syiar-seni-visual-perjalanan.html
http://acehmediart.blogspot.com/
http://acehmediart.blogspot.com/
http://acehmediart.blogspot.com/2019/03/se-rupa-syiar-seni-visual-perjalanan.html
true
4096604943189198512
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago