Acehmediart.com . Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta menyelenggarakan Internasional Seminar On Innovation And Creativity...
Acehmediart.com. Pascasarjana
Institut Seni Indonesia Surakarta menyelenggarakan Internasional Seminar On
Innovation And Creativity Of Art yang berlangsung pada senin 05 November 2018 di
teater besar. Acara yang digagas oleh pascasarjana Isi Ska ini turut menghadirkan
keynote speakers dari beberapa negara
diantaranya Dr. Pino Confessa dari Italian Hon Consullate, Dr. Edward Herbst
dari university of New York, dan Dr. Clare Chan Suet Ching dari Universiti
pendidikan Sultan Idris dengan moderator Prof. Dr. Santosa dari Institut Seni
Indonesia Surakarta.
'
Seminar internasional
berlangsung di dua tempat. Sesi pertama di teater besar dan sesi kedua digelar
di ruang sidang pascasarjana. Dalam kegiatan ini banyak menghadirkan
pembicara-pembicara yang menyampaikan gagasan intelektualitas penyaji,
salahsatunya Dharminta Suryana yang mengangkat tema: KONSEP INTERUPSI PADA LAKON “AWAK TAM ONG” KELOMPOK TEATER KOSONG ACEH.
Dalam makalahnya Dharminta
menyampaikan bahwa Seni pertunjukan drama komedi merupakan wahana
ekspresi manusia, ide dan gagasan serta pikiran-pikiran
yang berisi nilai-nilai kebudayaan yang dipresentasikan ke
atas panggung oleh sekelompok orang secara jenaka. Berbagai gejala
sosial yang muncul dalam pertunjukan drama komedi sebenarnya
memiliki hubungan dengan berbagai fenomena yang berkembang di tengah
masyarakat, di antaranya aktivitas sosial, budaya, politik,
ekonomi, hukum, ekologi, dan agama, maupun
dengan berbagai perubahan lainnya.
Kelompok Teater Kosong di
dirikan tahun 1993 oleh oleh T. Januarsyah,
Nurmeida, Din Saja, dan Sulaiman di
Banda Aceh. Awal perkembangannya juga menggarap naskah lakon dengan pendekatan
kaedah teater Barat, seperti
“Orang-Orang Kasar” karya Anton P.
Chekov, terjemahan W.S. Rendra. Berangkat dari pemikiran naskah-naskah yang
telah dipentaskan tidak mewakili fenomena sosial budaya, politik, dan
hukum di Aceh. Maka, T. Januarsyah selaku
sutradara sekaligus pimpinan Teater Kosong mencoba menulis dan menggarap naskah
teater komedi sendiri dengan bentuk garapan menyerupai teater Lenong
Betawi yang diberi nama garapan drama
serial Komedi Ampon Yan.
Lakon “Awak Tam Ong” adalah garapan
drama komedi yang berupaya memadukan materi
teater rakyat dengan kaedah teater Barat. Perpaduan tersebut memiliki tingkat
kerumitan tersendiri. Bahkan, masyarakat yang awalnya terbiasa dengan tontonan
teater rakyat atau teater dengan kaedah teater Barat ada kemungkinan mengalami
kesulitan menikmati garapan teater tersebut. Hal ini dapat dipahami, bahwa menonton teater rakyat yang penuh dengan simbol dan nilai-nilai memerlukan
kecerdasan tersendiri. Teater Timur
bersifat spiritual, lahir dari intuisi, kebersamaan dan menggunakan multimedia
ekspresi yang terpadu. Tidak terfokus pada salah satu media ekspresi.
Pementasan dapat berbentuk drama, tari dan musik, yang kesemuanya akan
dikoordinasikan secara terpadu (Acmad 2006:26).
Pertunjukan
“Awak Tam Ong” dilatarbelakangi oleh Kebangkitan
Kosmopolitanisme kedua yang ditandai dengan lahirnya “Perkampungan
Dunia” pasca tsunami di Aceh yang berdampak pada
kehadiran para pendatang mencari kerja serta menetap untuk hidup di Aceh. Kehadiran para pendatang disertai dengan berbagai kepentingan, baik sosial
budaya, ekonomi, maupun politik tentu saja berakibat pada
perubahan
perilaku masyarakat Aceh. Para pendatang atau dalam
istilah masyarakat Aceh Awak Tamong, memang membawa
manfaat bagi pembangunan dan kehidupan masyarakat Aceh melahirkan kecemasan
tersendiri bagi T. Januarsyah.
Pondasi sosial budaya yang rapuh pasca konflik dan tsunami, menurutnya
akan dengan mudah digilas oleh budaya yang dibawa para pendatang ke Aceh.
Kesenjangan sosial berkaitan dengan lapangan kerja antara para pendatang dengan
masyarakat Aceh juga tidak bisa dihindari, seperti ungkapan orang Aceh “Buya krueng teudeung-deung, buya tameung
meuraseki”. Ungkapan yang berarti orang daerah tidak dapat apa-apa, sedangkan
pendatang mendapat rezeki. Fenomena sosial tersebut
kemudian tangkap oleh T. Januarsyah dan dipindahkan ke dalam garapan
teater Komedi Ampon Yan dengan lakon “Awak Tam Ong”. Istilah Awak Tamong yang mulai
pudar diingatkan kembali kepada masyarakat Aceh dan dijutukan pula kepada para pendatang agar dapat menempatkan
posisinya masing-masing, sehingga tercipta keharmonisan hubungan sosial di
Aceh. dapat pula dipahami bahwa, istilah
Awak Tamong merupakan bentuk dari mawasdiri masyarakat
Aceh dan para pendatang agar tidak tergilas oleh pertumbuhan
pembangunan Aceh.
Lakon “Awak Tam Ong” adalah garapan
drama komedi yang berupaya memadukan materi
teater rakyat dengan kaedah teater Barat, adalah satu-satunya kelompok teater
modern di Aceh yang mampu menjalin komunikasi antara pemeran
dengan penonton. Naskah sebagai dasar garapan dapat berkembang karena
adanya interupsi atau sela dari penonton ketika pertunjukan sedang berlangsung.
Proses
garapan komedi ini bukan sebuah upaya mengaburkan kaedah-kaedah teater rakyat atau tidak yakin dengan kaedah-kaedah teater Barat. Namun, adanya keinginan pada kebaharuan dalam garapan komedi dengan maksud ide
dan gagasannya tentang segala persoalan Aceh lebih muda diterima. Dengan demikian perlu kiranya pemikiran dan perumusan baru terhadap teater komedi Aceh
berkaitan dengan
kearifan lokal Aceh dan persoalan elementer teater berkaitan dengan nilai etika, logika, dan estetika ketimuran.
Dharminta
dalam paparan materinya juga mengajak peserta menonton cuplikan pertunjukan lakon
“Awak Tam Ong”. Gambaran ilustrasi dari paparan ini menjadi jelas dengan maksud
apa yang disampaikan. Akhirnya Seminar ini diakhiri dengan appluse meriah dari
penonton. ***dedykalee