(Oleh: Teuku Ilyas)* Rhythm Of Saman Sebelumnya sudah pernah menjadi judul karya dari Joel Tampeng yang merupakan seorang senima...
(Oleh: Teuku
Ilyas)*
Rhythm Of Saman
Sebelumnya sudah pernah menjadi judul karya dari Joel Tampeng yang merupakan
seorang seniman asal Gayo yang sekarang berdomisili di Jakarta. Dalam karya
komposisi musiknya Joel Tampeng menggunakan gaya garap dengan pendekatan
aransemen. Dia mengaransemen ulang beberapa lagu dalam pertunjukan tari saman
yang sebelumnya tanpa ada iringan musik menjadi tari saman yang diiringi musik.
Konsep komposisi tersebut berbeda dengan komposisi musik Rhythm Of Saman yang akan saya garap.
Jika sebelumnya Joel menggunakan pendekatan aransemen sebagai
gaya garap maka saya lebih tertarik untuk menggunakan pendekatan
re-interpretasi tradisi sebagai gaya garap karya Rhythm Of Saman. Pemilihan pendekatan garap re-interpretasi tradisi
didasari oleh ketertarikan saya kepada pola rhythm yang terdapat pada tari
saman. Atas dasar itulah karya komposisi musik Rhythm Of Saman ini akan berbeda dengan karya Joel Tampeng.
Pada karya Rhythm Of
Saman akan terjadi banyak tranformasi bentuk rhythm tari Saman kedalam
permainan alat musik perkusi Rapa’i. Fokus pengembangan pada karya Rhythm Of Saman adalah bentuk gerak
kosong yang ada pada tari Saman. Bagian tersebut yang akan dikembangkan menjadi
sebuah karya baru dengan menggunakan gaya garap re-interpretasi tradisi.
Instrument yang digunakan dalam komposisi musik ini
didominasi dengan alat musik tradisi Aceh seperti Rapa’i. Dalam hal ini
komposer tetap menjaga nilai ketradisian dengan menggunakan vokal Gayo sebagai
indentitas serta akan mempertegas bahwa komposisi ini berangkat salah satu
kesenian tradisional Gayo yaitu tari Saman.
Komposisi musik Rhythm
Of Saman akan terbagi kedalam tiga bagian dimana bagian tersebut akan
terbagi menjadi; (1) Salam pembuka, (2) Isi dan (3) Penutup. Sebagai gambaran
setiap bagian akan dimainkan dalam tiga fase dinamika; lambat, sedang dan cepat
atau lembut, sedang dan keras. Konsep itu telah menjadi karakteristik kesenian
yang berkembang di Aceh, terutama bagi kesenian-kesenian yang pada awalnya
merupakan sebuah media komunikasi dalam mencapai tingkatan sufistik serta
kesenian dengan latar belakang fungsi sosial sebagai media penyebaran agama.
Karya komposisi ini melibatkan enam orang seniman rapai dari sanggar Buana Aceh, yaitu; Fauzul, Brok, De’ Cheks, Dedi, Rian dan Ricky. Proses penciptan karya komposisi ini dilakukan di Sanggar Buana yang bertempat di komplek Taman Seni Budaya Aceh, Banda Aceh.
Penciptaan karya “Rhythm
Of Saman” bertujuan untuk mentransformasikan bentuk rhythm pada tari Saman Gayo ke dalam permainan rapa’i Aceh, untuk
melakukan pengembangan pola rhythm
yang terdapat pada gerakan kosong dalam kesenian tari Saman Gayo menjadi satu
bentuk komposisi musik secara utuh dan menjadi satu bentuk pertunjukan yang
utuh, serta menerapkan ilmu-ilmu yang di dapat selama perkuliahan ke dalam
proses penggarapan komposisi “Rhythm Of
Saman”. Selain itu, karya ini
diharapkan dapat memberikan penyegaran kepada para komposer bahwa sangat
menarik jika mengolah komposisi yang berangkat dari tradisi atau yang berakar
tradisi. Dalam hal ini komposer mencoba untuk memperluas bentuk pola rhythm yang terdapat pada gerakan kosong
saman sehingga menjadi satu bentuk komposisi musik secara utuh.
Pada karya ini komposer menggunakan metode penciptaan dengan
gaya garap pendekatan re-intepretasi tradisi. Dimana yang menjadi fokus garap
adalah pola rhythm bagian gerakan kosong yang ada pada tari Saman. Selanjutnya
pola tersebut akan dikembangkan menjadi pola baru, hingga kemudian ditransformasikan
ke dalam bentuk permainan rapai.
Di bawah ini adalah bentuk pola asli dan bentuk pola
pengembangan pada gerakan kosong tari saman gayo. Sebagai contoh nada A pada
gambar tersebut ditransformasikan ke dalam pukulan rapai dengan timbre Peng dan nada G pada gambar tersebut
ditransformasikan ke dalam pukulan rapai dengan timbre Bum.
-
Notasi bentuk rhythm asli/modal.
Notasi bentuk rhythm setelah
pengembangan.
Bentuk pola ryhthm pengembangan terlihat lebih panjang
dibanding pola rhythm asli gerakan kosong pada tari saman.
Dengan demikian penjelasan singkat tentang penciptaan karya
seperti ini semoga menjadi masukan dan contoh bagi upaya pelestarian kesenian tradisional.
Sehingga kesenian tradisional benar-benar menjadi landasan bagi komposer dalam penciptaan-penciptaan
karya di kemudian hari.
*Penulis adalah Komposer dan merupakan mahasiswa Jurusan Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh.