Namanya Syarifah Ibrahim, ia lahir di Cot Usi pada 01 Juli 1962, suaminya (Alm Muhammad Adam) menghembuskan nafas terakhir pada saat Da...
Namanya Syarifah Ibrahim, ia
lahir di Cot Usi pada 01 Juli 1962, suaminya (Alm Muhammad Adam) menghembuskan
nafas terakhir pada saat Darurat Militer (DM). Seminggu setelah pulang dari pengungsian
yang ditempatkan di kampus Universitas Malikussaleh Cot Tgk Ni Reuluet (saat
itu belum berfungsi sebagai tempat kuliah, masih dijadikan Kamp Tentara). Malam
itu selepas Magrib, ayah dari 3 anak tersebut berniat meminum kopi di warung
yang tak jauh dari rumahnya sekitar 300 meter.
Muhammad Adam (alm) Lebih 3 bulan
bersama seluruh warga gampong Teupin Reusep meungungsi di Reuleut Kecamatan Muara
Batu atas perintah Tentara. Malam itu begitu mencekam, suara tembakan tak
terhitung jumlahnya, ibu Syarifah tak menyangka bahwa yang jadi korban timah
panas tersebut adalah suaminya. Begitupun anak-anaknya. Keluarga terus menunggu
dirumah. Tak ada satupun warga yang berani keluar rumah pada malam itu.
Hingga Pagi pun tiba, betapa
terkejutnya ibu syarifah dan anak anaknya, juga semua warga. Pak M. Adam ditemukan
telah meninggal dunia tergeletak di pinggir jalan, tubuhnya remuk dengan
ratusan peluru juga luka sayat dan irisan pisau di sekujur tubuhnya. Parahnya
lagi kulit kepalanya dikelupas dari belakang sampe ke atas. Saat itu, Bustami
(anak bungsu alm) yang terlahir di Alue Garoet pada 05 April 1993 masih kecil
dan belum sekolah, baru berumur 4 tahun.
Suasana tiba2 menjadi hening di
bawah terik panas ketika Bustami atau yang biasa dipanggil Tami menceritakan
kisah pahitnya. Mulut Tami sempat terhenti berkata-kata, mata Tami tampak
berkaca-kaca dan air matanya pun akhirnya berlinang tak terbendung. Dia begitu
sedih bila mengingat nasib keluarganya di masa lalu yang sangat suram. Di Tahun
2015 lalu Tami telah menamatkan Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Darussalam Calok
Giri Kecamatan Dewantara. Tami punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan di
Dayah, namun karena tak ada biaya niat itu diurungkan untuk sementara waktu,
apalagi mengingat ibunya sudah tua.
Kegiatan Tami sehari hari membantu
ibunya mengupas pinang milik orang yang diberi upah seribu rupiah perkilo, dan
terkadang Tami menjadi buruh sawit di kampungnya. Pendapatan keluarganya tidak
menentu. Pada Tahun 2014 pernah datang Geuchik (mantan geuchik) ke rumahnya,
katanya mau mengurus proposal rumah bantuan dengan meminta foto copy Kartu
Keluarga (KK), foto copy ktp dan sejumlah uang, namun hingga saat ini rumah
bantuan itu tak kunjung datang dan mantan geuchik itu kabarnya telah pergi ke
Malaysia dan belum pulang hingga saat ini. Miris melihat nasib keluarga ibu
Syarifah. Semoga ada uluran tangan kita untuk menderma guna meringankan beban
ibu Syarifah.
Ditulis oleh Nyakman Lamjamee pada Tanggal 11 Januari 2017.