BANDA ACEH _ Dunia seni rupa Aceh kembali gegar. Lima perupa Aceh berpameran di Museum Negeri Aceh. Mereka adalah Razuardi, Zul MS, Akm...
BANDA ACEH_ Dunia seni rupa Aceh
kembali gegar. Lima perupa Aceh berpameran di Museum Negeri Aceh. Mereka adalah
Razuardi, Zul MS, Akmal Senja, Supriyanto dan Nourman Hidayat. Pameran tersebut
bertajuk PAKRIKARU atau kepanjangan dari Pameran kritik karya rupa. Pameran ini
berlansung dari Tanggal 29 Oktober sampai dengan Tanggal 2 Noverber 2016.
"Pameran ini
awalnya diinisiasi oleh Pak Razuardy Essex. Setelah beliau sukses berpameran
tunggal di Rumah Budaya Banda Aceh. Untuk kali ini ia mengajak 4 sahabatnya
berpameran bersama" tutur Yenk. Koordinator pameran.
Menurut Yenk, pameran
ini sukses dihelat di tengah keadaan 5 perupa yang super sibuk dengan kegiatan
masing-masing. Ia mencontohkan Razuardy. Razuardy adalah Sekda Aceh Tamiang dan
Dosen. Namun mampu menghasilkan karya untuk dipamer. Akmal pengusaha. Zul MS yang
baru pulang pameran di Slovakia dan Nourman yang politisi.
Dalam bahasa Aceh,
PAKRIKARU adalah pertanyaan yang kira-kira berarti "gimana jika konflik
terjadi?". Namun Yenk menambahkan bahwa tidak ada hubungan akronim ini
dengan berpameran. Justru sebaliknya, dalam durasi singkat, karya lahir dan
pameran berlansung sukses.
"Pakrikaru justru
menjadi media perekat 5 perupa yang berlainan latar dan profesi. Ini patut
disyukuri" ujar Yenk saat kami berdiskusi di luar ruang pamer ditemani Pak
Eko dan perupa Akmal Senja.
Dilihat dari karya
yang dihadirkan, pameran ini membebaskan perupa untuk mengeksploitasi semampu
mereka. Supriyanto dengan atmosfer gersang yang diberi sentuhan retak dan
karatan, memberi imaji tentang kerusakan.
Akmal Senja mendekati
masalah 'abadi' kerusakan lingkungan dengan warna-warna cerah. Tidak ada kesan
suram mendominasi dalam karya Akmal. Saya sendiri melihat kekuatan Akmal dari
sudut ini. Ketika saya tanyakan kenapa Akmal memilih jalur seni sebagai jalan
berdakwah tentang isu lingkungan, Akmal mengatakan ia hanya mencoba jalan baru.
Setelah jalanan tempat dulu ia beraksi telah diisi generasi setelahnya.
"Jalan kesenian adalah ruang kosong yang harus saya isi. Dan kanvas adalah
senjata itu" ujar Akmal.
Sementara Nourman
menurut Pak Eko, kurator tamu pameran ini, punya kekuatan di teknik palet yang
digunakannya. "Zul MS kuat di tema lokalitas yang dihadirkan. Nourman
dengan teknik palet yang dipilihnya sangat menarik" ungkap Pak Eko. Pak
Eko berharap kedepan pameran ini bisa mengemuka satu khas karya rupa Aceh.
Walau tema yang dipilih berbeda
Lebih lanjut, Razuardi dan Nourman (birokrat
dan politisi PKS) dalam karyanya menghadirkan tokoh lokal dan internasional.
Foto realis Hasan Tiro dan Panglima GAM Abdullah Syafii ditoreh atas kanvas
Nourman, hanya hadir sebagai potret. Bagi hadirin yang berjarak dengan masa
lalu konflik di Aceh, tidak akan mengenal dua tokoh sentral penentang Indonesia
ini. Sebab, tanpa narasi, walau simbolik sekalipun, tak akan ada penanda yang
kuat mengisahkan perjalanan panjang keduanya.
(Laporan Idrus bin Harun)