Demo Akbar pada 4 November masih menyimpan beribu pertanyaan dan opini. Tentu pertanyaan dan opini tersebut lahir di kepala orang-o...
Demo Akbar pada 4 November masih menyimpan beribu
pertanyaan dan opini. Tentu pertanyaan dan opini tersebut lahir di kepala
orang-orang yang punya otak saja. Berbagai opini dan pertanyaan itu muncul
sebelum dan sesudah berlangsungnya acara yang seperti pawai berseragam putih di
hari jumat itu. Tapi yang akan saya bicarakan di sini bukanlah tentang keseluruhan
dari Demo 4 Desember tersebut. Karena memang saya belum cukup pungo untuk membahas itu barang.
Namun yang akan saya bicarakan ini sudah tentu tidak kalah
kontroversialnya dengan status yang sering kalian tulis pakai dengkul dan pakai tengkorak kosong. Ya, berbagai hal kontroversial memang kerap tercipta
dari kita-kita yang kurang isi kepala, bertaik kepala full,
atau kurang kerjaan.
Langsung saja Lempap; ini adalah tentang spanduk dengan beckground mirip bendera Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), yang bertuliskan "BILA NKRI DI PIMPIN OLEH PEMBELA AHOK,
MAKA KAMI BANGSA ACEH AKAN MENUNTUT PISAH DIRI DARI NKRI". Dalam spanduk
juga terdapat Logo FPI Aceh, tulisan NAD dengan gambar Kupiyah meukeutop di atasnya (Mungkin maksudnya logo),
serta gambar dua potongan kepala Ahok yang dipenggal; satu sedang dipegang oleh
katakanlah “Dia” yang berkaki satu, dan satunya lagi sedang diinjak oleh satu
kaki (kurang tahu orang atau bukan, soalnya cuma terlihat satu kaki yang memakai sepatu). Mengerikan, atau katakanlah heboh sangat “Dekgam”. Sungguh, geupap. Beureutohhh..!.
Baik, di sini saya akan coba mengupas satu persatu bagian
penting yang ada dalam spanduk, dimulai dari yang paling menonjol, yaitu
bendera yang mirip milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menonjolnya bendera hingga bisa terdengar dari mulut
dan terlihat di beranda-beranda media sosial milik manusia bumi tentunya dipengaruhi
oleh berbagai alasan. Warnanya memang mencolok. Ya, warna memang kejam, hingga dapat mencolok. Namun pengalaman historis tentang bendera itu telah sangat membantu orang-orang untuk mendeteksi suatu objek. Walaupun bendera tersebut hanya difungsikan sebagai beckground spanduk semata. Bagi orang Aceh atau orang-orang yang akrab dengan Aceh, misal serdadu yang pernah ditugaskan untuk membunuh orang Aceh saat konflik, objek itu dengan serta merta dapat ditangkap dengan mata dan bisa membangkitkan berbagai pengalaman.
Memastikan itu bendera GAM atau bukan tentunya haruslah
melalui investigasi, atau setidaknya perlu terlebih dahulu mengajukan beberapa
pertanyaan ulok nan kritis seperti
berikut; Benarkah bendera GAM tidak
punya ukuran standar, sehingga bisa dipanjangkan kemanapun suka? Dan benarkah
bendera GAM terdapat garis putih di sekelilingnya? Jangan-jangan itu bukan
bendera GAM, tapi bendera FPI Aceh yang baru. Atau jangan-jangan itu bendera “Maop”, geupap! Tapi katakanlah itu
bendera GAM, karena saya rasa maksudnya begitu. Hal itu telah dipertegas oleh
adanya beberapa lembar bendera yang benar-benar menyerupai bendera milik GAM.
Bendera itu sengaja dibawa untuk meyakinkan orang-orang yang kurang yakin bahwa
yang ada di dalam spanduk itu benar bendera GAM. Ekpam.
Seperti yang kita ketahui, bahwa bendera GAM masih
menuai polemik hingga sekarang. Bahkan setelah Pemerintah Aceh bersama-sama
dengan DPR Aceh telah mengesahkan Bendera tersebut dalam Qanun No 2 Tahun 2013
tentang Penetapan Bendera dan Lambang untuk Aceh. Namun kenapa FPI Aceh begitu “cangklak”
membawa lari bendera tersebut ke Jakarta untuk demo 4 November? Bukankah seharusnya
dinaikkan pada 4 Desember? Oh poku, na
can geupoh le Abu keuh nyan.
Memang, ketika sudah tertulis kata; "BILA NKRI DI PIMPIN
OLEH PEMBELA AHOK, MAKA KAMI BANGSA ACEH AKAN MENUNTUT PISAH DIRI DARI NKRI"
pemaknaan terhadap hadirnya bendera GAM tersebut telah masuk dalam konteks yang
berbeda. Kehadiran bendera GAM hanya untuk menjadi gertakan atau semata contoh tuntutan; seperti tuntutan yang pernah dilakukan
GAM, yaitu Merdeka. Hidop Atjeh Mereka, Mereka! Sekali lagi, mereka! atau mereka itu. Krum.
Pesan utama yang ditulis dalam huruf kapital pada spanduk tersebut sepertinya
ditulis oleh orang yang belum Sarjana, atau katakanlah sudah lulus tapi minim
bimbingan atau dengan skripsi pesanan. Hal ini bisa kita lihat dari kata; “DI
PIMPIN”, yang seharusnya ditulis “DIPIMPIN”. Untuk menunjukkan tuntutan yang
serius, perangkai kata dalam hal ini menggunakan kata “BANGSA” untuk menegaskan
identitas nasionalnya. Dalam hal ini, Aceh bagi mereka adalah sebuah bangsa. Tepatnya bangsa yang belum merdeka. Bukan begitu Lempap? Hampir tepatnya, mungkin Aceh ingin
disamakan seperti halnya bangsa Palestina, yang nasipnya hampir sama dan benderanya juga terdapat dalam
aksi demo 4 November kemarin. Mungkin Indonesia seperti Israel begitu ya? Hom, Pokokjih kon meunan aju ilee. Preiii..!
Melalui kalimat inti dalam spanduk tersebut, kita bisa
mengetahui bahwa yang digugat FPI Aceh adalah pembela Ahok. Sangat mungkin yang
dimaksud itu adalah presiden Jokowi sendiri. Peugah haba langsong Teumboh u Jantong meunyo istilah long. Maka bisa disimpulkan, bahwa
apabila Jokowi membela Ahok, bangsa Aceh akan menuntut pisah dari NKRI, kon meunan ilee? Ini
tentu tidak masalah bagi FPI Aceh, karena yang melakukan tuntutan itu bukan
mereka, tapi bangsa Aceh, seperti ditulis dalam spanduk. Sedangkan mereka (FPI Aceh) sendiri sudah secara jelas berbangsa
Indonesia. Itu ditunjukkan lewat emblem merah putih yang dijahitnya pada lengan
kanan seragam. Dan bukankah dulu saat GAM melawan Indonesia FPI malah ingin
menurunkan pasukannya untuk ikut membasmi GAM? O meunan, jeut sit. Beurarti FPI Jakarta? Lalu siapa bangsa Aceh yang
dimaksud dalam spanduk tersebut? Apakah orang kampung saya lagi? Baroe banlheuh isipak, nyoe ka kaneuk yue
pingkui lom. Itu meulemfuck man!
Menariknya, untuk menanggapi adanya spanduk yang menggunakan
bendera GAM tersebut,
pada Tanggal 4 November 2016 waktu Stockholm, Swedia, Tgk Haji Bakhtiar Abdullah
salah satu perunding GAM memberikan penegasannya lewat release yang tersebar di
media sosial. Dalam rilisnya, beliau mengatakan bahwa GAM tidak ada sangkut
paut dengan oknum yang membawa dan menggunakan bendera bulan bintang tersebut. Bahwa Sejak 15 Agustus 2005, GAM dan
pemerintah Indonesia sudah mencapai kesepakatan yang tertuang di dalam MoU
Helsinki, dan GAM tetap komit dengan perdamaian tersebut sehingga tidak ada
alasan bagi GAM untuk menggunakan bahasa-bahasa ancaman yang memperkeruh
suasana politik di Indonesia. Lebih lanjut dia juga menulis bahwa GAM mendoakan keselamatan untuk semua
peserta demonstrasi, sebab itu hak demokrasi rakyat untuk menyampaikan
pendapat. Dengan adanya rilis tersebut, bukan cuma GAM yang mengecam tindakan
FPI Aceh tersebut, tapi juga Indonesia. Nah, Lo? Ka kupeugah, han kapateh, ikee hana roh beh!
Bagian lain yang juga terdapat dalam spanduk tersebut seperti yang saya
sebutkan di atas, tidak usah saya jelaskan lagi, karena hanya akan bikin pendek
dua jari ini saja saat mengetik. Lagi pun itu tidak penting amat, anggap saja kerjaan anak-anak
yang baru belajar Photoshop. Mungkin jika saya guru desainnya, pasti akan saya ajukan
pertanyaan; Penyebutan Aceh kenapa masih NAD, hisap apa kamu semalam, ada kamu
campur bulu ketiak? Logonya NAD kok keupiyah meukutop, Pue kayue khop droe keuh
pue?***
Tu-ngang Iskandar
[Pengamat Budaya Visual. Mahasiswa Pascasarjana bidang Pengkajian Desain Komunikasi Visual di Institut Seni Indonesia Yogyakarta]