(Intrumen Dike Situek. Foto: Abdul Muqni) Oleh Abdul Mugni Sebagai w ilayah tempat masuknya Islam di Indonesia, Aceh menyimpan be...
![]() |
(Intrumen Dike Situek. Foto: Abdul Muqni) |
Oleh Abdul Mugni
Sebagai wilayah tempat masuknya
Islam di Indonesia, Aceh menyimpan berbagai jenis kesenian yang bernuansa islami. Berbagai jenis kesenian tersebut muncul dan berkembang
lewat kesadaran-kesadaran kreatif masyarakat. Berbagai momentum yang berkaitan
dengan islam telah juga ikut menentukan eksistensi dari berbagai kesenian
tersebut. Tidak terkecual momentum molod
(maulid) Nabi Muhammad SAW, yang mulai diperingati
pada 12 Rabiul Awal. biasanya dari bulan Rabiul
awal, Rabiul akhir,
Jumadil awal dan Jumadil akhir,
yang diadakan sampai empat bulan berturut-turut oleh
masyarakat Aceh. Kegiatan ini
diadakan sebagai ungkapan atas kecintaan dan
kegembiraan masyarakat Aceh untuk lahirnya baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Perayaan molod
yang kerap diadakan di Dayah-dayah, Meunasah-meunasah atau rumah-rumah
masyarakat tersebut selain dirangkai
dengan kenduri (makan-makan
makanan khas Aceh)
juga dilengkapi dengan ritual Dike/Jike
(Zikir). Dike
adalah suatu jenis kesenian yang lahir seiiring islam
berkembang pesat di Aceh. Kesenian yang memuat shalawat dan dibaca secara bersama-sama tersebut dilengkapi dengan berbagai gerakan-gerakan
estetis untuk menarik perhatian masyarakat yang hadir ke acara molod. Gerak badan ke kiri dan ke kanan secara serentak biasanya disebut dengan dike leungiek. Tehnik yang dikombinasikan dengan item-item perayaan molod yang terdapat di Arab ini telah
menjadi tradisi di Aceh. Salah satu item yang diadopsi dalam tradisi kenduri molod
adalah bacaan Dalailul Khairat dan Barzanji.
Di Aceh, ada banyak naskah-naskah klasik yang menyalin kitab-kitab maulid Nabi dengan bermacam bentuk dan ukuran, dari kitab yang disakralkan hingga naskah yang digunakan
sehari-hari, mulai dari bahasa Melayu (Indonesia) hingga bahasa Aceh. Naskah tersebut disusun dalam bentuk bait yang enak dibaca dan didengar.
Ada beragam
jenis kesenian Islam di Aceh yang mengacu pada kitab-kitab klasik maupun
tradisi di masa lalu, namun seiring berjalannya waktu, keberadaannya hilang di
telan zaman. Eksistensi kesenian tradisi tersebut biasanya terhenti oleh karena
tidak adanya para pelestari, kondisi yang tidak memungkinkan untuk
melestarikannya, serta susahnya tradisi tersebut diadaptasi dalam realitas yang
terus berubah-ubah di masyarakat. Salah satu jenis tradisi islam Aceh yang
masih tetap dilestarikan adalah Dike
Situek (Zikir dengan Pelepah pinang). Jenis kesenian ini berkembang di Aceh
Timur, tepatnya di Kecamatan Julok. Molod
menjadi momentum, tempat di mana dike
situek ditampilkan. Situek (pelepah pinang) adalah instrumen yang digunakan untuk melengkapi
pertunjukan dike situek. Komposisi situek yang telah dibentuk seperti kipas
tersebut disusun dua sampai empat, atau beberapa lapis, sesuai dengan variasi suara yang diinginkan. Situek yang dipegang dengan tangan kiri
ini kemudian dipukul-pukul menggunakan telapak tangan
kanan untuk mengeluarkan bunyi situek yang indah dan meriah.
Menurut Tgk.Abdurrahman, M.Pd, salah seorang tokoh gampong Labuhan Kecamatan
Julok, keberadaan kesenian dike situek dulunya hampir terdapat di semua
gampong di kecamatan julok. Namun dewasa ini, hanya tinggal beberapa gampong yang masih melestarikan kesenian ini. Gampong tersebut antara lain adalah Gampong Labuhan, Julok Cut, dan Julok Tunong. Adanya pendapat dari tokoh agama di gampong yang
mengkategorikan bahwa dike situek
mengandung ria adalah faktor yang sangat mempengaruhi terhadap punahnya dike situek. “sebenarnya
sejarah awal dike situek adalah memang digunakan sebagai
media untuk memotivasi para pemuda agar memeriahkan
perayaan maulid, karena dengan adanya dike situek, para pemuda
termotivasi untuk mau ke meunasah (surau) atau meuseujid (mesjid)” ungkap Tgk.Abdurrahman, M.Pd, menjelaskan proses terjadinya dike
situek, agar media dakwah ini dapat tetap dilestarikan.
Dike Situek memang mempunyai daya hibur dan mampu menyemangati, bukan
cuma bagi pemain dike siteuk itu
sendiri, namun juga pada pengunjung yang merayakan molod nabi. Pembacaan shalawat yang diiringi oleh musik situek seperti komposisi yang tidak bisa dipisahkan, keduanya seperti sama-sama ingin
membawa penikmat untuk sejenak melupakan penat dan ikut berbahagia bersama-sama
sejenak dalam perayaan molod nabi
Muhammad SAW.
![]() |
(Penampilan Dike Situek) |
Teknik
pemukulan situek dilakukan secara bersama-sama
dengan diawali gerakan lambat hingga cepat dan lalu berhenti secara mendadak. Begitupun untuk bacaan shalawat yang dipimpin oleh seorang syeikh. Pola tersebut hampir mirip dengan syair dalam
kesenian seudati. Dike situek juga biasa dimainkan dengan dua grup, dari desa yang berbeda. Kedua grup tersebut akan bersaing untuk mendapatkan perhatian penonton dengan
gerakan dan irama yang serentak. Di sini, penonton akan menilai langsung kedua
grup. Biasanya yang dinilai oleh
penonton adalah pukulan yang kuat, serentak, dan seirama
dengan shalawat. Grup yang lebih dulu dihidangkan masakan adalah grup yang dimenangkan oleh
penonton, karena dianggapnya bagus.
Perayaan Molod Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi
Muhammad wafat. Secara substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan
dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam
naskah Aceh menunjukkan pentingnya peringatan maulid Nabi. Berikut teks yang memuat pesan mengenai
peringatan maulid yang ditulis dalam naskah bahasa Aceh:
Bismillahirrahmanirrahim
Muhammad amin lon
calitra
Aneuk meupoe, cucoe meusoe
meupat nanggroe, meupoe bangsa
Deungo lon kisah makrifat kisah
Nyanka Nubuwwah Muhammad mulia
Lon hikayat Nubuwwah Nabi
Hai boh hatee deungo beurata
Soe deungo meutuwah tuboeh
Soe yang tem turot that bahgia
Soe tem pagee jeut meutuwah rizki
Tamah Allah karunia..
Hai boh hatee deungo beurata
Soe deungo meutuwah tuboeh
Soe yang tem turot that bahgia
Soe tem pagee jeut meutuwah rizki
Tamah Allah karunia..
Penulis adalah dosen STAIN
Malikussaleh-Lhokseumawe & Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga-Yogyakarta.
.