Cover Katalog Pameran Oleh Idrus bin Harun Buku kecil di atas adalah katalog berupa kumpulan lukisan Sayed Dahlan Al-Habsy...
![]() |
| Cover Katalog Pameran |
Buku kecil di atas adalah katalog berupa kumpulan
lukisan Sayed Dahlan Al-Habsyi atau Sayed ART. Terdapat 20 lukisan di dalamnya
yang kesemuanya mengetengahkan tokoh sejarah Aceh suatu masa, ketika Aceh masih
tegak sebagai sebuah Negara/kerajaan. Ia menghimpun semua pemuka kerajaan yang
tersebar di Aceh, dari kerajaan Linge, Pasee, Tamiang hingga Aceh Darussalam,
sebagai representasi Aceh sekarang.
Sayed Dahlan adalah putra kelahiran Panton Labu, 15
Juni 1944 yang amat tertarik dengan sejarah. Terutama sejarah kegemilangan Aceh
di masa lalu. Dalam pameran bertajuk "Atjeh Sepanjang Sejarah" yang
digelar 12-17 April 2008 di Taman Ratu Safiatuddin ini, Sayed menghadirkan
sederet informasi sejarah yang ia visualkan secara khayali dengan tetap berdiri
atas data-data sejarah. Data-data itu berupa angka-angka tanggal, tahun dan
tempat sebuah teks sejarah berlansung dan menggeliat pada suatu masa. Di tangan
Sayed Dahlan, data-data ini tidak sestatis sejarahwan perlakukan. Ia (data
sejarah) menemukan makna tersendiri ketika kanvas memerangkapkannya secara
artistik.
Aceh dalam kegemilangan silam dengan
tokoh-tokohnya mendapat tempat layak saat penginderaan berlansung. Perupa ini
sadar bahwa harus ada yang berhasil di kembalikan dari masa lalu dalam wujud
nyata untuk kekinian Aceh. Terutama saat krisis tokoh mulai menjangkiti Aceh di
pengujung abad 20 dan masih berlansung hingga hari ini.
Mewujudkan rupa khayali tokoh kerajaan masa lalu
bukan tanpa resiko. Bisa saja Sayed dituduh mengada-ada dan bahkan, besar
kemungkinan ia digolongkan sebagai seseorang yang senantiasa 'berpaling
ke belakang' hingga tak siap untuk maju ke depan. Namun, resiko itu jebol
dengan sendirinya ketika, menurut saya, Sayed menciptakan nostalgik tersendiri
pada apresian. Ruang nostalgia ini tidak tercipta tanpa wawasan sejarah memadai
siapresian. Karena masa silam dalam ruang khayali Sayed bukan benda mati yang
nirnilai.
Tokoh-tokoh yang aslinya tidak kita ketahui
wujudnya itu, mengalirkan narasi masing-masing tentang tangguhnya sebuah bangsa
pada satu periode. Kegemilangan Aceh pada titik ini tidak lahir dari tokoh
(dalam hal ini raja) yang karakteristiknya rapuh. Sayed mendetilkan ini lewat
sapuan lembut nan tegas. Iskandar Muda, Sultanah Safiatuddin adalah dua lukisan
yang mewakili kesemua karya di pameran ini.
Terlepas sisi negatif tokoh-tokoh yang dihadirkan
Sayed adalah fakta sejarah yang tak dapat ditolak, saya kira itu lazim bagi
seorang penguasa dengan sejumlah tindak-tanduk politisnya. Yang pasti, sejarah
dalam perlakuan senirupa lebih nikmat selangkah daripada mendengar uraian
panjang akademisi yang ujung-ujungnya tidak berani mengambil kesimpulan. Karena
sejarah bukan perkara tuntas.
Penulis adalah Jamaah Komunitas Kanot Bu. Banda
Aceh.
